Selasa, 26 Juni 2012 | By: Vee_rAyA

Askeb Atonia uteri


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang
Latar Belakang Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40 - 60%) kematian ibumelahirkan di Indonesia. Insiden pendarahan akibat persalinan salah satunya disebabkan olehatonia uteri. Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu ; ¼ dari kematian ibuyang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan postpartum, atonia uteri, plasenta previa,solution plasenta, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahanpostpartum. Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%),dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum. Kontraksiuterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Indonesia tercatat sebagai negaradengan angka kematian maternal yang masihtinggi. Selain faktor kemiskinan dan masalah aksesiblitas penanganan kelahiran, 75%hingga 85% kematian maternal disebabkan obstetri langsung, terutama akibat perdarahan. Padahal 90% dari kematian itu bisa dihindari. Walau kebanyakan ibusudah memeriksakan kehamilannya di pusat pelayanan kesehatan secara teratur, namun70% persalinan masih terjadi dirumah. Masalahnya, sangat sedikit pihak yangmengetahui diagnosis dan pengelolaan perdarahan akibat keadaan darurat ini.Jika saja hal ini bisa dilakukan, bukan mustahil angka kematian ibu dapat ditekan.
Frekuensi perdarahan postpartum 4/5 – 15% dari seluruh persalinan. Bedasarkanpenyebabnya: 1. Atoni uteri (50 – 60%). 2. Retensio plasenta (16 – 17%). 3. Sisa plasenta (23 – 24%). 4. Laserasi jalan lahir (4 – 5%). Oleh karena itu, sebagai bidan penulis cukup prihatin terhadap masalah ini, sehinggaperlu dibahas dan dicarikan solusi yang tepat dalam menangani kasus atonia uteri ini.

1.2            Rumusan Masalah
    a)      Apa pengertian dari atonia uteri?
    b)      Penyebab apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri?
c)      Apa saja tanda dan gejala atonia uteri?
d)     Bagaimana patofiologi dari atonia uter?
e)      Komplikasi apa saja yang dapet terjadi pada atonia uteri?
f)       Bagaimana konsep kebidanan pada atonia uteri?

1.3            Tujuan
1.3.1  Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang atonia uteri dan penatalaksanaan dari atonia uteri
1.3.2  Tujuan Khusus
a. Untuk memahami pengertian atonia uteri
b.Untuk mengetahui penyebab dari atonia uteri
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala atonia uteri
d.      Untuk mengetahui dan memahami atonia uteri
e. Umtuk mengetahui komplikasi dari atonia uteri
f. Untuk memahami cara membuat asuhan atonia uteri



BAB 2
PEMBAHASAN

2.1            Pengertian
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007).
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002).
Atonia Uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan uterus dalam berkontraksi dengan baik setelah persalinan, sedangkan atonia uteri juga didefinisikan sebagai tidak adanya kontraksi uterus segera setelah plasenta lahir.
Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja.

2.2            Etiologi
Dalam kasus atonia uteri penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Namun demikian ada beberapa faktor predisposisi yang biasa dikenal. Antara lain:
a)    Distensi rahim yang berlebihan
Penyebab distensi uterus yang berlebihan antara lain:
a.       kehamilan ganda
b.      poli hidramnion
c.       makrosomia janin (janin besar)
Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut akan mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir.
b)    Pemanjangan masa persalinan (partus lama) dan sulit
Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot-otot rahim tidak mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir.
c)    Grandemulitpara (paritas 5 atau lebih)
Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan berulang kali teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus segera setelah plasenta lahir.
d)     Kehamilan dengan mioma uterus
Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi.
e)      Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi)
Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.
f)       Persalinan lewat waktu
Peregangan yang berlebihan ada otot uterus karena besarnya kehamilan, ataupun juga terlalu lama menahan beban janin di dalamnya menjadikan otot uterus lelah dan lemah untuk berkontraksi.
g)      Infeksi intrapartum
Korioamnionitis adalah infeksi dari korion saat intrapartum yang potensial akan menjalar pada otot uterus sehingga menjadi infeksi dan menyebabkan gangguan untuk melakukan kontraksi.
h)      Persalinan yang cepat
Persalinan cepat mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.
i)        Kelainan plasenta
Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur mengakibatkan gangguan uterus untuk berkontraksi. Adanya benda asing menghalangi kontraksi yang baik untuk mencegah terjadinya perdarahan.
j)        Anastesi atau analgesik yang kuat
Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi dalam kondisi relaksasi yang berlebih, sehingga saat dibutuhkan untuk berkontraksi menjadi tertunda atau terganggu. Demikian juga dengan magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsi/eklamsi yang berfungsi sebagai sedativa atau penenang.
k)      Induksi atau augmentasi persalinan
Obat-obatan uterotonika yang digunakan untuk memaksa uterus berkontraksi saat proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi lelah.
l)        Penyakit sekunder maternal
Anemia, endometritis, kematian janin dan koagulasi intravaskulere diseminata merupakan penyebab gangguan pembekuan darah yang mengakibatkan tonus uterus terhambat untuk berkontraksi.
Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.
Menurut Roestman (1998), faktor predisposisi terjadinya Atonia Uteri adalah :
1. Umur : umur yang terlalu muda atau tua
2. Paritas : sering dijumpai pada multipara dan grademultipara
3. Obstetri operatif dan narkosa
4. Uterus terlalu diregang dan besar, pada gemeli, hidramnion, atau janin besar
5. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri
6. Faktor sosio ekonomi yaitu mal nutrisi

2.3            Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala atonia uteri adalah:
a)    Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
b)      Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
c)      Fundus uteri naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan menggumpal
d)     Terdapat tanda-tanda syok
Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain.

2.4            Patofisiologi
Perdarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat myometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat plasenta menjadi terhenti. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi myometrium dinamakan atonia uteri dan keadaan ini menjadi penyebab utama perdarahan postpartum. Sekalipun pada kasus perdarahan postpartum kadang-kadang sama sekali tidak disangka atonia uteri sebagai penyebabnya, namun adanya faktor predisposisi dalam banyak hal harus menimbulkan kewaspadaan perawat terhadap gangguan tersebut.
           

Konsep Asuhan Kebidanan

Tanggal MRS :                                                                        Jam:
Tanggal Pengkajian :                                                               No. RM:
Oleh :                                                                                      Tempat Pengkajian:

3.1 PENGKAJIAN
A.   Data Subjektif
1.      Biodata
Nama ibu              :                                               Nama suami    :
Umur                    :
Menurut Roestman (1998), faktor predisposisi terjadinya Atonia Uteri adalah umur ibu yang terlalu muda atau terlalu tua
                                                                             Umur               :
Agama                  :                                               Agama             :
Suku                     :                                               Suku                :
Pendidikan           :                                               Pendidikan      :
Pekerjaan              :
Menurut Roestman (1998), faktor predisposisi terjadinya Atonia Uteri juga disebabkan karena faktor sosio ekonomi yang rendah (malnutrisi).
Alamat                 :                                               Alamat                        :
2.      Keluhan utama
Ibu mengatakan bahwa kepalanya terasa pusing pasca melahirkan
3.      Riwayat menstruasi
Menarche : umur berapa pasien pertama kali menstruasi, siklus haid teratur apa tidak, berapa hari lamanya haid, bagaimana warna dan konsiste.nsinya (cair atau menggumpal), bagaimana baunya, apakah merasa nyeri atau tidak saat haid, bila “iya”, kapan? (apakah sebelum, apakah sesudah haid), keputihan atau tidak, banyak atau tidak, konsistensinya, bagaimana warna, bau atau tidak, gatal atau tidak.

4.      Riwayat obtetri yang lalu
Adanya riwayat atonia uteri pada persalinan yang lalu.
No
Kehamilan
Persalinan
Nifas
KB

Suami
Ke
UK
Penyu
lit
Jenis
JK
BB
  PB
H/M
Penyulit
Penolong
Penyulit
ASI
Metode

















Atonia uteri sering terjadi pada multipara dan grademultipara. Selain itu riwayat kehamilan seperti gemeli, polihidramnion, atau janin besar juga dapat menyebabkan atonia uteri karena uterus terlalu diregang dan besar.
5.      Riwayat kesehatan sekarang
Ibu pernah menderita penyakit diabetes, hipertensi, mioma uteri dan riwayat atonia uteri sebelumnya.
6.      Riwayat kesehatan yang lalu
Ibu pernah menderita penyakit diabetes, hipertensi, mioma uteri dan riwayat atonia uteri sebelumnya.
7.      Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga Ibu pernah menderita penyakit diabetes, hipertensi, mioma uteri dan riwayat atonia uteri sebelumnya.
8.      Pola kebiasaan sehari-hari
a.       Pola Nutrisi : Pada pola nutrisi Ibu yang tidak adekuat (malnutrisi) dapat menyebabkan atonia Uteri
b.      Pola Istirahat :
c.       Pola Eliminasi :
d.      Pola Seksual :
e.       Pola Kebersihan :

B.  DATA OBJEKTIF
1.      Pemeriksaan umum
Tingkat kesadaran : menurun, pucat, keringat dingin, sesak nafas
Keadaan umum : lemah
TD : <90 MMhg
N : > 100/menit

2.      Pemeriksaan fisik
a.       Muka : pucat
b.      Mata : anemis
c.       Mulut + bibir : mukosa bibir kering atau pucat
d.      Dada : ada retraksi dada
e.       Abdomen : uterus tidak berkontraksi dan lembek
f.       Genetalia : terdapat perdarahan segar dan banyak
g.      Ekstremitas: akral dingin
3.      Pemeriksaan penunjang
1.      Darah lengkap untuk mengetahui kondisi pasien secara detail dan menentukan terapi yang dibutuhkan
2.      Dari pemeriksaan USG terdapat hasil dari sisa-sisa kehamilan

3.3       ASSASMENT
G.....P…A…jam post partum dengan atonia uteri
Masalah : ibu merasa cemas
Kebutuhan tindakan segera :
1.      Perbaiki k/u ibu (pasang infus),
2.      hentikan perdarahan,
3.      segera rujuk kefasilitas yang lebih tinggi
3.4       PLANNING
1.      sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen
2.      sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara:
a)      Masase fundus uteri dan merangsang puting susu.
b)      Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalu suntikan secara iM, iv, sc.
c)      memberikan derivat prostaglandin F2É‘ ( carboprost tromethamine)
d)     pemberian misoprostol 800-1000 µg per-rektal
e)      kompresi bimanual eksternal dan / internal.
f)       kompresi aorta abdominalis
g)      pemasangan “ tampon kondom” , kondom dalam kavum uteri disambung dengan kateter, difiksasi dengan karet gelang dan diisi cairan infus 200 ml yang akan mengurangi perdarahan dan menghindari tindakan operatif





BAB 3
PENUTUP

3.1     Kesimpulan
a)   Atonia uteri adalah kegagalan mekanisme akibat gangguan miometrium atau uterus tidak berkontraksi secara terkoordinasi sehingga ujung pembuluh darah ditempat implantasi placenta tidak dapat dihentikan sehingga perdarahan menjadi tidak terkendali.
b)   Beberapa faktor penyebab atonia uteri yaitu;
Ø  Faktor yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan termasuk polihydramnion, kehamilan gemeli dan janin besar (makrosomia).
Ø  Kala I dan/atau II persalinan yang memanjang.
Ø  Persalinan cepat.
Ø  Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosyn (augmentasi)
Ø   Infeksi intra partum
Ø  Multiparitas tinggi atau grandemultipar 

ASKEB Postdate/Postmature


BAB I
PENDAHULUAN


2.1 Latar Belakang
Mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah besar di Negara berkembang, di Negara miskin sekitar 25 - 50% kematian wanita subur disebabkan hal yang berkaitan dengan assessment safe mother hood tahun 1990 – 1991, suatu hasil kegiatan ini adalah rekomendasi rencana kegiatan 5 tahun dalam bentuk strategi rasional untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI), sedangkan penyebab tak langsung kematian ibu antara lain anemia, Kurang Energi Kronis (KEK) dan keadaan “4 terlalu” (terlalu tua, muda, dan banyak). (Sarwono, 2008).

Kehamilan merupakan peristiwa luhur dan merupakan proses reproduksi yang dialami seseorang, setiap wanita hamil membawa resiko yang bersifat dinamis. Artinya kehamilan normal dapat berubah menjadi resiko tinggi atau sebaliknya. Misalnya seorang ibu hamil normal bisa mengalami kelainan letak pada kehamilan preterm, terutama pada TM II, letak dan presentasi janin belum stabil yang bisa beresiko terhadap ibu dan janinnya sehingga ibu hamil perlu mewaspadai terjadinya resiko dalam kehamilan, baik kehamilan primi atau multi, kehamilan tetap membawa resiko.

Pada multigravida sering umumnya mengalami banyak masalah, karena memiliki pengalaman sebelumnya. Sedangkan pada primigravida sering mengahadapi beberapa masalah yang berkaitan dengan adaptasi kehamilan dimana ibu merasa terganggu, maka diperlukan asuhan antenatal bagi seluruh ibu hamil untuk memonitor dan mendeteksi resiko tinggi kehamilan normal.

Berdasarkan gambaran di atas asuhan antenatal sangat penting dalam upaya penurunan angka kematian ibu. Yakni, melakukan pencegahan dengan menemukan faktor resiko tinggi ibu hamil melalui pemeriksaan kehamilan secara berkala sesuai dengan program KIA untuk menjamin kualitas atau mutu pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) merupakan bagian terpenting yang secara efektif dapat membantu ibu hamil dalam memecahkan masalah terutama pada multigravida dengan kurangnya pengetahuan tentang kehamilan fisiologi.
2.2 Tujuan
            2.1 Tujuan Umum
                   Untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan IV (Patologi)
            2.2 Tujuan Khusus
                   1.  Mahasiswa dapat memahami pengertian dari postmatur
                   2.  Mahasiswa dapat memahami penyebab terjadinya kehamilan postterm
                   3.  Mahasiswa dapat memahami manifestasi klinis postmatur
                   4.  Mahasiswa dapat mengerti dan memahami komplikasi dari postmatur
                   5.  Mahasiswa dapat mengerti dan memahami penanganan pada kasus postmatur
                   6.  Mahasiswa dapat memberikan asuhan kebidanan pada pasien postmatur
                   7.  Mahasiswa dapat membuat dokukmentasi kebidanan pada kasus postmatur

BAB II
ISI
2.1  Pengertian
            Kehamilan lewat waktu merupakan kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu belum terjadi persalinan (Manuaba. 1998).
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau 42 minggu lengkap (Mansjoer, Arif. 2001).
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melampaui umur 294 hari (42 minggu) dengan segala kemungkinan komplikasinya (Manuaba. 2001)
Kehamilan posterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/ posdatisme atau pascamaturitas, adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari ((WHO 1977, FIGO 1986) Sarwono. 2008).
2.2  Etiologi
     Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebalinya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim. (Manuaba. 1998).
            Tidak timbulnya his karena kurangnya air ketuban, insufisiensi plasenta, dan kerentanan akan stres (Mansjoer, Arif. 2001).
            Menurut Sarwono (2008) sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm belum jelas. Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut;
1.      Pengaruh progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron.
2.      Teori oksitosin
Pemakaian okitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan postterm.
3.      Teori Kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenalin adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
4.      Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servilkalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm.
5.      Heriditer
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya.

2.3  Manifestasi Klinis
Menurut Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba (1998; hal 225)
1.         Kehamilan belum lahir setelah melewati 42 minggu.
2.         Gerak janin makin berkurang dan kadang-kadang berhenti sama sekali.
3.         Berat badan ibu mendatar atau menurun.
4.         Air ketuban terasa berkurang.
5.         Gerak janin menurun.
Sedangkan menurut Arif Mansjoer (2001. Hal 276).
Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif  < 7x/ 20 menit atau secara obyektif dengan KTG <10x/ 20 menit.
Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi:
1.         Stadium I        : Kulit kehilangan vernik kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
2.         Stadium II      : Seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di kulit.
3.         Stadium III     : Seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.
2.4  Komplikasi
2.5.1   Untuk ibu
2.5.1.1       Rasa takut akibat terlambat lahir.
2.5.1.2   Rasa takut menjalani operasi dengan akibatnya: Trias komplikasi ibu
2.5.2  Untuk janin
2.5.2.1   Oligohidramnion
Air ketuban normal pada kehamilan 34-37 minggu adalah 1000cc, aterm 800cc, dan lebih dari 42 minggu 400cc. Akibat oligohidramnion adalah amnion menjadi kental karena mekonium (diaspirasi oleh janin), asfiksia intrauterin (gawat janin), pada in partu (aspirasi air ketuban, nilai Apgar rendah, sindrom gawat paru, bronkus paru tersumbat sehingga menimbulkan atelektasis).
                 2.5.2.2        Diwarnai Mekonium
Mekonium keluar karena refleks vagus terhadap usus. Peristaltik usus dan terbukanya sfingter ani membuat mekonium keluar. Aspirasi air ketuban yang disertai mekonium dapat menimbulkan pernafasan bayi atau janin, gangguan sirkulasi bayi setelah lahir, dan hipoksia intrauterin sampai kematian janin.

                 2.5.2.3        Makrosomia
Dengan plasenta yang masih baik, dapat terjadi tumbuh kembang janin dengan berat 4500 gram yang disebut makrosomia. Akibatnya terhadap persalinan adalah perlu dilakukannya tindakan operatif seksio sesaria, dapat menjadi trauma persalinan karena distosia bahu yang menimbulkan kematian bayi, atau trauma jalan lahir ibu.
                 2.5.2.4        Dismaturitas bayi
Pada kehamilan 37 minggu, lias plasenta 11 m2 selanjutnya, terjadi penurunan fungsi sehingga plasenta tidak berkembang atau terjadi klasifikasi dan aterosklerosis pembuluh darah. Penurunan kemampuan nutrisi plasenta menimbulkan perubahan metabolisme menuju an aerob sehingga terjadi badan keton dan asidosis. Terjadi dismaturitas dengan gejala Clifford yang ditandai dengan:
1.      Kulit : subkutan berkurang dan diwarnai mekonium;
2.      Otot makin lemah;
3.      Kuku tampak panjang;
4.      Tampak keriput;
5.      Tali pusat lembek, mudah tertekan dan disertai oligohidramnion.
(Manuaba. 2008.)
2.5  Penatalaksanaan
2.5.1        Di Bidan Praktek Mandiri:
2.5.1.1  Melakukan konsultasi dengan dokter
2.5.1.2  Menganjurkan untuk melakukan persalinan di rumah sakit.
2.5.1.3  Merujuk pasien ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan yang adekuat.
2.5.2        Di Rumah Sakit:
       Kehamilan lewat waktu memerlukan pertolongan induksi persalinan atau persalinan anjuran. Persalinan induksi tidak banyak menimbulkan penyulit bayi, asalkan dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang cukup.
            Persalinan anjuran atau induksi persalinan dapat dilakukan dengan metode:

2.5.2.1  Persalinan anjuran dengan infus pituitrin (sintosinon)
Persalinan anjuran dengan infus oksitosin, pituitrin atau sintosinon 5 unit dalam 500 cc glukosa 5%, banyak digunakan.
Teknik induksi dengan infus glukosa lebih sederhana, dan mulai dengan 8 tetes, dengan maksimal 40 tetes/menit. Kenaikan tetesan setiap 15 menit sebanyak 4 sampai 8 tetes sampai kontraksi optimal tercapai. Bila dengan 30 tetes kontraksi maksimal telah tercapai, maka tetesan tersebut dipertahankan sampai terjadi persalinan. Apabila terjadi kegagalan, ulangi persalinan anjuran dengan selang waktu 24 sampai 48 jam atau lakukan opersai seksio sesarea.
2.5.2.2  Memecahkan ketuban
Memecahkan ketuban merupakan salah satu metode untuk mempercepat persalinan. Setelah ketuban pecah, ditunggu sekitar 4 sampai 6 jam dengan harapan kontraksi otot rahim akan berlangsung. Apabila belum berlangsung kontraksi otot rahim dapat diikuti induksi persalinan dengan infus glukosa yang mengandung 5 unit oksitosin.
2.5.2.3  Persalinan anjuran dengan menggunakan prostaglandin
Telah diketahui bahwa kontrasi otot rahim terutama dirangsang oleh prostaglandin. Pemakaian sebagai induksi persalinan dapat dalam bentuk infus intravena (Nalador) dan pervaginam (prostaglandin vagina suppositoria) (Manuaba..1998).
Menurut Arief Mansjoer (2001) Penatalaksanaan kehamilan lewat waktu bila keadaan janin baik dapat dilakukan dengan cara:
1.         Tunda pengakhiran kehamilan selama 1 inggu dengan menilai gerakan janin dan tes tanpa tekanan 3 hari kemudian, Bila hasil positif, segera lakukan seksio sesarea.
2.         Induksi Persalinan.
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2008) sebelum mengambil langkah, bberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kehamilan postterm adalah sebagai berikut.
1.         Menentukan apakah kehamilan memeang telah berlangsung lewat bulan atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan pada dua variasi dari postterm ini.
2.         Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
3.         Periksa kematangan serviks dengan skor bishop. Kematangan serviks ini memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postterm. Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana serviks telah matang.

Dalam buku Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi, Skor Bishop adalah suatu cara untuk menilai kematangan serviks dan responnya terhadap suatu induksi persalinan, karena telah diketahui bahwa serviks dengan skor bishop rendah (serviks belum matang) memberikan angka kegagalan yang lebih tinggi dibanding serviks yang matang.
Lima kondisi yang dinilai dari serviks adalah:
1.      Pembukaan (Dilatation)
2.      Pendataran (Effacement)
3.      Penurunan Kepala janin (Station)
4.      Konsistensi (Consistency)
5.      Posisi ostium uteri (Position)

TABEL SKOR BISHOP
SKOR
0
1
2
3
Pembukaan
0
1-2
3-4
5-6
Pendataran
0-30%
40-50%
60-70%
80%
Stasion
-3
-2
-1
+1 +2
Konsistensi
Keras
Sedang
Lunak
Amat lunak
Posisi os
Posterior
Tengah
Anterior
Anterior
           
                   CARA PEMAKAIAN
Tambah 1 angka untuk
Kurangi 1 angka untuk
Pre-eklampsia
Setiap normal partus
Postdate
Nullipara
Ketuban negatif/lama


BILA TOTAL SKOR
KEMUNGKINAN

BERHASIL
GAGAL
0-4
50-60%
40-50%
5-9
90%
10%
10-13
100%
0%

Yang disebut induksi persalinan persalinan berhasil dalam obstetri modern ialah: bayi lahir pervaginam dengan skor APGAR baik (>6), termasuk yang harus dibantu dengan ekstraksi forseps ataupun vakum. (Chrisdiono,2004)
Bila serviks telah matang (dengan nilai bishop >5) dilakukan induksi persalinan dan dilkukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan dan keadaan janin. Induksi pada serviks yang telah matang akan menurunkan resiko kegagalan ataupun persalinan tindakan (Sarwono, 2008)

Konsep Asuhan Teori pada Postterm
I.   Pengkajian Data
A.       SUBJEKTIF
·         Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin,pekerjaan, status kewarganegaraan, suku bangsa, pendidikan, alamat.

·         Keluhan utama
Menurut Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba dalam bukunya Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan (1998; hal 225)
1.    Kehamilan belum lahir setelah melewati 42 minggu.
2.    Gerak janin makin berkurang dan kadang-kadang berhenti sama sekali.
3.    Berat badan ibu mendatar atau menurun.
4.    Air ketuban terasa berkurang.
5.    Gerak janin menurun.

·         Riwayat Menstruasi
Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit

·         Riwayat Obstetri
Mengkaji riwayat obstetri dahulu meliputikehamilan, persalinan, nifas, anak serta KB yang pernah digaunakan. Termasuk didalanya riwayat TT, serta penyulit yang dialami.

·         Riwayat kehamilan sekarang
Mengkaji keluhan yang yang dirsakan pasien selama kehamilan ini. Digunakan sebagai identifikasi masalah pasien. Banyaknya pemeriksaan antenatal yang dilakukan.

·         Riwayat kesehatan
Penyakit kronis yang dapat mempengaruhi terjadinya Postterm.

·         Riwayat kesehatan keluarga
Mendeteksi masalah yang berkaitan dengan factor genetic, sebagai indikasi penyakit yang diturunkan oleh orang tua.

·         Pola kehidupan sehari-hari
Meliputi kebiasaan sehari-hari yang dilakukan pasien.

B.   DATA OBJEKTIF
a) Pemeriksaan umum
Secara umum ditemukan gambaran kesadaran umum, dimana kesadaran pasien sangat penting dinilai dengan melakukan anamnesa. Selain itu pasien sadar akan menunjukkan tidak adanya kelainan psikologis dan kesadaran umum juga mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital, berat badan, tinggi badan , lingkar lengan atas yang bertujuan untuk mengetahui keadaan gizi pasien.

b) Pemeriksaan Fisik
·         Inspeksi
Mata                       : Periksa konjungtiva dan sklera untuk menentukan apakah ibu anemia atau tidak,
Muka          : edema atau tidak
Leher          : apakah terdapat pembesaran kelenjar baik kelenjar tiroid maupun limfe
Dada           :  bagaimana keadaan putting susu, ada tidaknya teraba massa atau tumor, tanda-tanda kehamilan (cloasma gravidarum, aerola mamae, calostrum),
Abdomen   : dilihat pembesaran perut yang sesuai dengan usia kehamilan, luka bekas operasi,
Genitalia     : Dilihat genetalia  bagian luar  oedem atau tidak  serta pengeluaran pervaginam
Ekstremitas :Atas maupun bawah tidak oedem

·         Palpasi
Abdomen : Gerak janin makin berkurang dan kadang-kadang berhenti sama sekali (Menurut Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba(1998; hal 225)).
Dengan menggunakan cara leopold:
Leopold I :
Untuk menentukan TFU dan apa yang terdapat dibagian fundus (TFU dalam cm) dan kemungkinan teraba kepala atau bokong lainnya, normal pada fundus teraba bulat, tidak melenting, lunak yang kemungkinan adalah bokong janin
Leopold II:
Untuk menentukan dimana letaknya punggung janin dan bagian-bagian kecilnya. Pada dinding perut klien sebelah kiri maupun kanan kemungkinan teraba, punggung, anggota gerak, bokong atau kepala.
Leopold III:
Untuk menentukan apa yang yang terdapat dibagian bawah perut ibu dan apakah BTJ sudah terpegang oleh PAP, dan normalnya pada bagian bawah perut ibu adalah kepala.
Leopold IV:
Untuk menentukan seberapa jauh masuknya BTJ ke dalam rongga panggul dan dilakukan perlimaan untuk menentukan seberapa masuknya ke PAP.

·         Auskultasi
Untuk mendengar DJJ dengan frekuensi normal 120-160 kali/menit, irama teratur atau tidak, intensitas kuat, sedang atau lemah. Apabila persalinan disertai gawat janin, maka DJJ bisa kurang dari 110 kali/menit atau lebih dari 160 kali/menit dengan irama tidak teratur.

·         Perkusi
Pemeriksaan reflek patella kiri dan kanan yang berkaitan dengan kekurangan vitamin B atau penyakit saraf, intoksikasi magnesium sulfat.

c) Pemeriksaan Penunjang
Menurut  Mansjoer, Arif.. 2001; hal 275
·         USG untuk menilai usia kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas plasenta.
·         KTG untuk menilai ada tidaknya gawat janin
·         Penilaian warna air ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi  (tes tanpa tekanan, dinilai apakah reaktif atau tidak dan tes tekanan oksitosin )
·         Pemeriksaan sitologi vagina dengan indeks kariopiknotik > 20%

II.      Identifikasi Diagnosa dan Masalah Aktual
a.       Diagnosa Aktual
G..P.. UK.... minggu, Tunggal, Hidup, Intrauterin, KU ibu dan janin baik/tidak, Jalan lahir normal/ kesan normal dengan postterm.
b.      Masalah Aktual
Ibu cemas karena kehamilannya sudah lewat bulan.

III.    Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
a.       Diagnosa Potensial
G..P.. UK.... minggu, Tunggal, Hidup, Intrauterin, KU ibu dan janin baik/tidak, Jalan lahir normal/ kesan normal dengan Gawat janin/ Kematian janin/ Makrosomia.

b.      Masalah Potensial
Kecemasan ibu yang semakin berlarut dapat mengakibatkan stress berat pada ibu.

IV.    Identifikasi Kebutuhan Tindakan Segera
Berkolaborasi dengan dokter obgin untuk berkonsultasi dan mengadakan rujukan.

V.      Perencanaan
          Di BPS
               1.  Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu
                    R/ Supaya Ibu mengerti keadaannya.
                   2. Anjurkan Ibu untuk melakukan persalinan di rumah sakit.
                   R/ Agar Ibu mendapatkan pertolongan persalinan yang adekuat.
                   3. Rujuk Ibu ke Rumah Sakit.
R/Agar Ibu mendapatkan pertolongan persalinan oleh tenaga yang lebih ahli
Di Rumah Sakit
               1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu
                    R/ Supaya Ibu mengerti keadaannya
2. Beri pilihan pada ibu untuk dilakukan operasi sesar atau persalinan  pervaginam
R/ Agar ibu dapat memilih persalinan yang dikehendakinya.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk dilakukan terminasi kehamilan.
R/ Agar Ibu mendapatkan pertolongan persalinan oleh tenaga yang lebih ahli
4. Siapkan Inform Consent bila ibu memilih dilakukan operasi sesar
                   R/ Agar pendapat persetujuan dari kedua belah pihak.
5. Lakukan induksi persalinan sesuai advice dokter bila ibu memilih persalinan pervaginam
R/ Untuk merangsang kontraksi uterus
                   6. Observasi CHPB
                   R/ Untuk mengetahui kemajuan persalinan.
                   7. Lakukan asuhan sayang ibu
                   R/ Agar ibu nyaman dengan keadaannya.

VI.    Pelaksanaan
Pelaksaan dilakukan sesuai dengan perencanaan

VII.   Evaluasi
            Evaluasi keadaan umum ibu setelah dilakukan persalinan.


DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998.  Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2000. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC
Arif Mansjoer Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Prawirohadjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka, Jakarta, Edisi keempat, 2008.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.
Chrisdiono M, Achadiat.2004.Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC