BAB
I
PENDAHULUAN
2.1 Latar
Belakang
Mortalitas dan
morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah besar di Negara berkembang, di
Negara miskin sekitar 25 - 50% kematian wanita subur disebabkan hal yang
berkaitan dengan assessment safe mother hood tahun 1990 –
1991, suatu hasil kegiatan ini adalah rekomendasi rencana kegiatan 5 tahun
dalam bentuk strategi rasional untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu
(AKI), sedangkan penyebab tak langsung kematian ibu antara lain anemia, Kurang
Energi Kronis (KEK) dan keadaan “4 terlalu” (terlalu tua, muda, dan banyak). (Sarwono,
2008).
Kehamilan
merupakan peristiwa luhur dan merupakan proses reproduksi yang dialami
seseorang, setiap wanita hamil membawa resiko yang bersifat dinamis. Artinya
kehamilan normal dapat berubah menjadi resiko tinggi atau sebaliknya. Misalnya
seorang ibu hamil normal bisa mengalami kelainan letak pada kehamilan preterm,
terutama pada TM II, letak dan presentasi janin belum stabil yang
bisa beresiko terhadap ibu dan janinnya sehingga ibu hamil perlu
mewaspadai terjadinya resiko dalam kehamilan, baik kehamilan primi atau multi,
kehamilan tetap membawa resiko.
Pada
multigravida sering umumnya mengalami banyak masalah, karena memiliki
pengalaman sebelumnya. Sedangkan pada primigravida sering mengahadapi beberapa
masalah yang berkaitan dengan adaptasi kehamilan dimana ibu merasa terganggu,
maka diperlukan asuhan antenatal bagi seluruh ibu hamil untuk memonitor dan
mendeteksi resiko tinggi kehamilan normal.
Berdasarkan
gambaran di atas asuhan antenatal sangat penting dalam upaya penurunan angka
kematian ibu. Yakni, melakukan pencegahan dengan menemukan faktor resiko tinggi
ibu hamil melalui pemeriksaan kehamilan secara berkala sesuai dengan program
KIA untuk menjamin kualitas atau mutu pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi, dan
Edukasi) merupakan bagian terpenting yang secara efektif dapat membantu ibu
hamil dalam memecahkan masalah terutama pada multigravida dengan kurangnya
pengetahuan tentang kehamilan fisiologi.
2.2 Tujuan
2.1
Tujuan Umum
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan IV (Patologi)
2.2
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat memahami pengertian dari
postmatur
2. Mahasiswa dapat memahami penyebab terjadinya
kehamilan postterm
3. Mahasiswa dapat memahami manifestasi klinis postmatur
4. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami
komplikasi dari postmatur
5. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami
penanganan pada kasus postmatur
6. Mahasiswa dapat memberikan asuhan kebidanan
pada pasien postmatur
7. Mahasiswa dapat membuat dokukmentasi kebidanan
pada kasus postmatur
BAB II
ISI
ISI
2.1 Pengertian
Kehamilan lewat
waktu merupakan kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu belum terjadi
persalinan (Manuaba. 1998).
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan
yang melewati 294 hari atau 42 minggu lengkap (Mansjoer, Arif. 2001).
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan
yang melampaui umur 294 hari (42 minggu) dengan segala kemungkinan
komplikasinya (Manuaba. 2001)
Kehamilan posterm, disebut juga
kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged
pregnancy, extended pregnancy, postdate/ posdatisme atau pascamaturitas, adalah
kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung
dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid
rata-rata 28 hari ((WHO
1977, FIGO 1986) Sarwono. 2008).
2.2 Etiologi
Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebalinya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim. (Manuaba. 1998).
Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebalinya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim. (Manuaba. 1998).
Tidak timbulnya
his karena kurangnya air ketuban, insufisiensi plasenta, dan kerentanan akan
stres (Mansjoer, Arif. 2001).
Menurut
Sarwono (2008) sampai saat ini sebab
terjadinya kehamilan postterm belum jelas. Beberapa teori yang diajukan pada
umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan
terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai
berikut;
1.
Pengaruh
progesteron
Penurunan hormon
progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin
yang penting dalam memacu proses biomolekular pada persalinan dan meningkatkan
sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa
terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh
progesteron.
2.
Teori
oksitosin
Pemakaian okitosin
untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan atau dipercaya
bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan
persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang
pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan
postterm.
3.
Teori
Kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini
diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah
janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin.
Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron
berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap
meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti
anensefalus, hipoplasia adrenalin adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar
hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan
baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
4.
Saraf
uterus
Tekanan pada ganglion
servilkalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus.
Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan
letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga
sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm.
5.
Heriditer
Beberapa penulis
menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan postterm mempunyai
kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya.
2.3 Manifestasi Klinis
Menurut Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba
(1998; hal 225)
1.
Kehamilan belum lahir setelah melewati
42 minggu.
2.
Gerak janin makin berkurang dan
kadang-kadang berhenti sama sekali.
3.
Berat badan ibu mendatar atau menurun.
4.
Air ketuban terasa berkurang.
5.
Gerak janin menurun.
Sedangkan menurut Arif
Mansjoer (2001. Hal 276).
Keadaan klinis yang
dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif < 7x/ 20 menit atau secara obyektif dengan
KTG <10x/ 20 menit.
Pada bayi akan
ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi:
1.
Stadium I : Kulit kehilangan vernik kaseosa dan terjadi maserasi
sehingga kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
2.
Stadium II : Seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di
kulit.
3.
Stadium III : Seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku,
kulit, dan tali pusat.
2.4 Komplikasi
2.5.1 Untuk ibu
2.5.1.1
Rasa takut akibat terlambat lahir.
2.5.1.2 Rasa takut menjalani operasi dengan
akibatnya: Trias komplikasi ibu
2.5.2 Untuk janin
2.5.2.1 Oligohidramnion
Air ketuban normal pada kehamilan 34-37 minggu adalah 1000cc, aterm
800cc, dan lebih dari 42 minggu 400cc. Akibat oligohidramnion adalah amnion
menjadi kental karena mekonium (diaspirasi oleh janin), asfiksia intrauterin
(gawat janin), pada in partu (aspirasi air ketuban, nilai Apgar rendah, sindrom
gawat paru, bronkus paru tersumbat sehingga menimbulkan atelektasis).
2.5.2.2 Diwarnai Mekonium
Mekonium keluar karena refleks vagus terhadap usus. Peristaltik usus
dan terbukanya sfingter ani membuat mekonium keluar. Aspirasi air ketuban yang
disertai mekonium dapat menimbulkan pernafasan bayi atau janin, gangguan
sirkulasi bayi setelah lahir, dan hipoksia intrauterin sampai kematian janin.
2.5.2.3 Makrosomia
Dengan
plasenta yang masih baik, dapat terjadi tumbuh kembang janin dengan berat 4500
gram yang disebut makrosomia. Akibatnya terhadap persalinan adalah perlu
dilakukannya tindakan operatif seksio sesaria, dapat menjadi trauma persalinan
karena distosia bahu yang menimbulkan kematian bayi, atau trauma jalan lahir
ibu.
2.5.2.4 Dismaturitas bayi
Pada
kehamilan 37 minggu, lias plasenta 11 m2 selanjutnya, terjadi
penurunan fungsi sehingga plasenta tidak berkembang atau terjadi klasifikasi
dan aterosklerosis pembuluh darah. Penurunan kemampuan nutrisi plasenta
menimbulkan perubahan metabolisme menuju an aerob sehingga terjadi badan keton
dan asidosis. Terjadi dismaturitas dengan gejala Clifford yang ditandai dengan:
1.
Kulit : subkutan berkurang dan diwarnai
mekonium;
2.
Otot makin lemah;
3.
Kuku tampak panjang;
4.
Tampak keriput;
5.
Tali pusat lembek, mudah tertekan dan
disertai oligohidramnion.
(Manuaba. 2008.)
2.5 Penatalaksanaan
2.5.1
Di
Bidan Praktek Mandiri:
2.5.1.1
Melakukan konsultasi dengan dokter
2.5.1.2
Menganjurkan untuk melakukan persalinan
di rumah sakit.
2.5.1.3
Merujuk pasien ke rumah sakit untuk
mendapatkan pertolongan yang adekuat.
2.5.2
Di
Rumah Sakit:
Kehamilan lewat waktu memerlukan
pertolongan induksi persalinan atau persalinan anjuran. Persalinan induksi
tidak banyak menimbulkan penyulit bayi, asalkan dilakukan di rumah sakit dengan
fasilitas yang cukup.
Persalinan
anjuran atau induksi persalinan dapat dilakukan dengan metode:
2.5.2.1
Persalinan
anjuran dengan infus pituitrin (sintosinon)
Persalinan
anjuran dengan infus oksitosin, pituitrin atau sintosinon 5 unit dalam 500 cc
glukosa 5%, banyak digunakan.
Teknik
induksi dengan infus glukosa lebih sederhana, dan mulai dengan 8 tetes, dengan
maksimal 40 tetes/menit. Kenaikan tetesan setiap 15 menit sebanyak 4 sampai 8
tetes sampai kontraksi optimal tercapai. Bila dengan 30 tetes kontraksi
maksimal telah tercapai, maka tetesan tersebut dipertahankan sampai terjadi
persalinan. Apabila terjadi kegagalan, ulangi persalinan anjuran dengan selang
waktu 24 sampai 48 jam atau lakukan opersai seksio sesarea.
2.5.2.2
Memecahkan
ketuban
Memecahkan
ketuban merupakan salah satu metode untuk mempercepat persalinan. Setelah
ketuban pecah, ditunggu sekitar 4 sampai 6 jam dengan harapan kontraksi otot
rahim akan berlangsung. Apabila belum berlangsung kontraksi otot rahim dapat
diikuti induksi persalinan dengan infus glukosa yang mengandung 5 unit
oksitosin.
2.5.2.3
Persalinan
anjuran dengan menggunakan prostaglandin
Telah
diketahui bahwa kontrasi otot rahim terutama dirangsang oleh prostaglandin.
Pemakaian sebagai induksi persalinan dapat dalam bentuk infus intravena
(Nalador) dan pervaginam (prostaglandin vagina suppositoria) (Manuaba..1998).
Menurut
Arief Mansjoer (2001) Penatalaksanaan kehamilan lewat waktu bila keadaan janin
baik dapat dilakukan dengan cara:
1.
Tunda pengakhiran kehamilan selama 1
inggu dengan menilai gerakan janin dan tes tanpa tekanan 3 hari kemudian, Bila
hasil positif, segera lakukan seksio sesarea.
2.
Induksi Persalinan.
Menurut Sarwono
Prawirohardjo (2008) sebelum mengambil langkah, bberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pengelolaan kehamilan postterm adalah sebagai berikut.
1.
Menentukan apakah kehamilan memeang
telah berlangsung lewat bulan atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan
ditujukan pada dua variasi dari postterm ini.
2.
Identifikasi kondisi janin dan keadaan
yang membahayakan janin.
3.
Periksa kematangan serviks dengan skor
bishop. Kematangan serviks ini memegang peranan penting dalam pengelolaan
kehamilan postterm. Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan
dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana serviks
telah matang.
Dalam
buku Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi, Skor Bishop adalah suatu cara
untuk menilai kematangan serviks dan responnya terhadap suatu induksi
persalinan, karena telah diketahui bahwa serviks dengan skor bishop rendah
(serviks belum matang) memberikan angka kegagalan yang lebih tinggi dibanding
serviks yang matang.
Lima
kondisi yang dinilai dari serviks adalah:
1.
Pembukaan (Dilatation)
2.
Pendataran (Effacement)
3.
Penurunan Kepala janin (Station)
4.
Konsistensi (Consistency)
5.
Posisi ostium uteri (Position)
TABEL
SKOR BISHOP
SKOR
|
0
|
1
|
2
|
3
|
Pembukaan
|
0
|
1-2
|
3-4
|
5-6
|
Pendataran
|
0-30%
|
40-50%
|
60-70%
|
80%
|
Stasion
|
-3
|
-2
|
-1
|
+1
+2
|
Konsistensi
|
Keras
|
Sedang
|
Lunak
|
Amat
lunak
|
Posisi
os
|
Posterior
|
Tengah
|
Anterior
|
Anterior
|
CARA
PEMAKAIAN
Tambah
1 angka untuk
|
Kurangi
1 angka untuk
|
Pre-eklampsia
Setiap
normal partus
|
Postdate
Nullipara
Ketuban
negatif/lama
|
BILA
TOTAL SKOR
|
KEMUNGKINAN
|
|
|
BERHASIL
|
GAGAL
|
0-4
|
50-60%
|
40-50%
|
5-9
|
90%
|
10%
|
10-13
|
100%
|
0%
|
Yang
disebut induksi persalinan persalinan berhasil dalam obstetri modern ialah:
bayi lahir pervaginam dengan skor APGAR baik (>6), termasuk yang harus
dibantu dengan ekstraksi forseps ataupun vakum. (Chrisdiono,2004)
Bila
serviks telah matang (dengan nilai bishop >5) dilakukan induksi persalinan
dan dilkukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan dan keadaan
janin. Induksi pada serviks yang telah matang akan menurunkan resiko kegagalan
ataupun persalinan tindakan (Sarwono, 2008)
Konsep Asuhan Teori
pada Postterm
I. Pengkajian Data
A. SUBJEKTIF
·
Identitas
Meliputi nama,
jenis kelamin,pekerjaan, status kewarganegaraan, suku bangsa, pendidikan,
alamat.
·
Keluhan utama
Menurut Prof.
Dr. Ida Bagus Gde Manuaba dalam bukunya Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan
& Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan (1998; hal 225)
1.
Kehamilan belum lahir
setelah melewati 42 minggu.
2.
Gerak janin makin
berkurang dan kadang-kadang berhenti sama sekali.
3.
Berat badan ibu
mendatar atau menurun.
4.
Air ketuban terasa berkurang.
5.
Gerak janin menurun.
·
Riwayat Menstruasi
Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit
·
Riwayat Obstetri
Mengkaji
riwayat obstetri dahulu meliputikehamilan, persalinan, nifas, anak serta KB
yang pernah digaunakan. Termasuk didalanya riwayat TT, serta penyulit yang
dialami.
·
Riwayat kehamilan
sekarang
Mengkaji
keluhan yang yang dirsakan pasien selama kehamilan ini. Digunakan sebagai
identifikasi masalah pasien. Banyaknya pemeriksaan antenatal yang dilakukan.
·
Riwayat kesehatan
Penyakit
kronis yang dapat mempengaruhi terjadinya Postterm.
·
Riwayat kesehatan
keluarga
Mendeteksi
masalah yang berkaitan dengan factor genetic, sebagai indikasi penyakit yang
diturunkan oleh orang tua.
·
Pola kehidupan
sehari-hari
Meliputi
kebiasaan sehari-hari yang dilakukan pasien.
B. DATA
OBJEKTIF
a) Pemeriksaan umum
Secara umum
ditemukan gambaran kesadaran umum, dimana kesadaran pasien sangat penting
dinilai dengan melakukan anamnesa. Selain itu pasien sadar akan menunjukkan
tidak adanya kelainan psikologis dan kesadaran umum juga mencakup pemeriksaan
tanda-tanda vital, berat badan, tinggi badan , lingkar lengan atas yang
bertujuan untuk mengetahui keadaan gizi pasien.
b)
Pemeriksaan Fisik
·
Inspeksi
Mata : Periksa konjungtiva dan
sklera untuk menentukan apakah ibu anemia atau tidak,
Muka : edema atau tidak
Leher :
apakah terdapat pembesaran kelenjar baik kelenjar tiroid maupun limfe
Dada :
bagaimana keadaan putting susu, ada tidaknya teraba massa atau tumor,
tanda-tanda kehamilan (cloasma gravidarum, aerola mamae, calostrum),
Abdomen : dilihat pembesaran perut yang sesuai dengan
usia kehamilan, luka bekas operasi,
Genitalia : Dilihat genetalia bagian luar
oedem atau tidak serta
pengeluaran pervaginam
Ekstremitas :Atas maupun bawah tidak oedem
·
Palpasi
Abdomen : Gerak
janin makin berkurang dan kadang-kadang berhenti sama sekali (Menurut Prof. Dr.
Ida Bagus Gde Manuaba(1998; hal 225)).
Dengan menggunakan cara leopold:
Dengan menggunakan cara leopold:
Leopold I :
Untuk menentukan
TFU dan apa yang terdapat dibagian fundus (TFU dalam cm) dan kemungkinan teraba
kepala atau bokong lainnya, normal pada fundus teraba bulat, tidak melenting,
lunak yang kemungkinan adalah bokong janin
Leopold II:
Leopold II:
Untuk menentukan
dimana letaknya punggung janin dan bagian-bagian kecilnya. Pada dinding perut
klien sebelah kiri maupun kanan kemungkinan teraba, punggung, anggota gerak,
bokong atau kepala.
Leopold III:
Untuk menentukan
apa yang yang terdapat dibagian bawah perut ibu dan apakah BTJ sudah terpegang
oleh PAP, dan normalnya pada bagian bawah perut ibu adalah kepala.
Leopold IV:
Leopold IV:
Untuk menentukan
seberapa jauh masuknya BTJ ke dalam rongga panggul dan dilakukan perlimaan
untuk menentukan seberapa masuknya ke PAP.
·
Auskultasi
Untuk mendengar DJJ dengan frekuensi normal 120-160 kali/menit, irama teratur atau tidak, intensitas kuat, sedang atau lemah. Apabila persalinan disertai gawat janin, maka DJJ bisa kurang dari 110 kali/menit atau lebih dari 160 kali/menit dengan irama tidak teratur.
Untuk mendengar DJJ dengan frekuensi normal 120-160 kali/menit, irama teratur atau tidak, intensitas kuat, sedang atau lemah. Apabila persalinan disertai gawat janin, maka DJJ bisa kurang dari 110 kali/menit atau lebih dari 160 kali/menit dengan irama tidak teratur.
·
Perkusi
Pemeriksaan reflek patella kiri dan kanan yang berkaitan dengan kekurangan vitamin B atau penyakit saraf, intoksikasi magnesium sulfat.
Pemeriksaan reflek patella kiri dan kanan yang berkaitan dengan kekurangan vitamin B atau penyakit saraf, intoksikasi magnesium sulfat.
c) Pemeriksaan
Penunjang
Menurut Mansjoer, Arif.. 2001; hal 275
·
USG untuk menilai usia
kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas plasenta.
·
KTG untuk menilai ada
tidaknya gawat janin
·
Penilaian warna air
ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi
(tes tanpa tekanan, dinilai apakah reaktif atau tidak dan tes tekanan
oksitosin )
·
Pemeriksaan sitologi
vagina dengan indeks kariopiknotik > 20%
II. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Aktual
a. Diagnosa
Aktual
G..P.. UK....
minggu, Tunggal, Hidup, Intrauterin, KU ibu dan janin baik/tidak, Jalan lahir
normal/ kesan normal dengan postterm.
b. Masalah
Aktual
Ibu cemas karena
kehamilannya sudah lewat bulan.
III. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
a. Diagnosa
Potensial
G..P.. UK....
minggu, Tunggal, Hidup, Intrauterin, KU ibu dan janin baik/tidak, Jalan lahir
normal/ kesan normal dengan Gawat janin/ Kematian janin/ Makrosomia.
b. Masalah
Potensial
Kecemasan ibu
yang semakin berlarut dapat mengakibatkan stress berat pada ibu.
IV. Identifikasi Kebutuhan Tindakan Segera
Berkolaborasi
dengan dokter obgin untuk berkonsultasi dan mengadakan rujukan.
V. Perencanaan
Di BPS
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu
R/ Supaya Ibu mengerti keadaannya.
2. Anjurkan Ibu untuk melakukan
persalinan di rumah sakit.
R/ Agar Ibu mendapatkan
pertolongan persalinan yang adekuat.
3. Rujuk Ibu ke Rumah Sakit.
R/Agar
Ibu mendapatkan pertolongan persalinan oleh tenaga yang lebih ahli
Di
Rumah Sakit
1.
Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu
R/ Supaya Ibu mengerti keadaannya
2.
Beri pilihan pada ibu untuk dilakukan operasi sesar atau persalinan pervaginam
R/
Agar ibu dapat memilih persalinan yang dikehendakinya.
3.
Kolaborasi dengan dokter untuk dilakukan terminasi kehamilan.
R/
Agar Ibu mendapatkan pertolongan persalinan oleh tenaga yang lebih ahli
4.
Siapkan Inform Consent bila ibu memilih dilakukan operasi sesar
R/ Agar pendapat persetujuan
dari kedua belah pihak.
5.
Lakukan induksi persalinan sesuai advice dokter bila ibu memilih persalinan
pervaginam
R/
Untuk merangsang kontraksi uterus
6. Observasi CHPB
R/ Untuk mengetahui kemajuan persalinan.
7. Lakukan asuhan sayang ibu
7. Lakukan asuhan sayang ibu
R/ Agar ibu nyaman dengan keadaannya.
VI. Pelaksanaan
Pelaksaan dilakukan sesuai dengan
perencanaan
VII. Evaluasi
Evaluasi keadaan umum ibu setelah dilakukan
persalinan.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit
kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2000. Kapita Selekta
Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC
Arif Mansjoer Dkk. 2000. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Prawirohadjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka,
Jakarta, Edisi keempat, 2008.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri
untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta: EGC.
Chrisdiono M,
Achadiat.2004.Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC
0 komentar:
Posting Komentar